Penulis: Dadang Saputra - Editor: Redaksi
Kinerja Pengelolaan Zakat diukur dengan Indeks Zakat Nasional, yang menunjukkan angka 0,60 (cukup baik), dengan dimensi makro sebesar 0,68 (baik) dan dimensi mikro sekira 0,57 (cukup baik). Peningkatan pengumpulan dan penyaluran zakat ini menunjukkan bahwa zakat berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan sosial di Indonesia.
Sedangkan terkait dengan sektor perpajakan, selama ini merupakan bagian dari penerimaan negara berkontribusi dalam pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan yang dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Pajak juga berfungsi sebagai stabilisator ekonomi. Berdasarkan data selama tahun 2022 dan 2023, penerimaan pajak di Indonesia mengalami tren positif. Pada tahun 2023, total penerimaan pajak mencapai Rp1.869,23 triliun, meningkat 8,9 persen dibandingkan tahun 2022 yang sekira Rp1.716,77 triliun. Peningkatan ini terutama didorong oleh pajak penghasilan (PPh) non-migas dan pajak pertambahan nilai (PPN).
Pada 2024, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp 1.932,4 triliun, yang setara dengan 100,5 persen dari target dan tumbuh 3,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Penerimaan pajak memiliki peran krusial dalam pembiayaan negara. Dimana dana yang terkumpul digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah, termasuk belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, serta pembiayaan rutin dan pembangunan. Selain itu, pajak juga dialokasikan untuk Dana Alokasi Umum (DAU), yang minimal sekira 25 persen dari penerimaan dalam negeri, guna mendukung keuangan daerah.
Dengan demikian, penerimaan pajak tidak hanya mendukung operasional pemerintah pusat tetapi juga berperan penting dalam pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Studi Kasus di Negara-negara Islam
Studi kasus pengelolaan perpajakan pada negara-negara Islam, khususnya di Timur Tengah, dapat memberikan wawasan tentang bagaimana sistem perpajakan diterapkan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan cara-cara negara-negara ini mengelola sumber daya untuk memenuhi kebutuhan fiskal mereka.
Beberapa contoh pengelolaan perpajakan di negara-negara Islam di dunia adalah Arab Saudi. Negara ini menerapkan sistem perpajakan yang relatif sederhana, dengan tidak adanya pajak penghasilan pribadi, yang sejalan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam yang menekankan pada keadilan sosial dan penghindaran pemungutan pajak yang memberatkan rakyat.
Arab Saudi mulai mengembangkan sumber pendapatan non-migas melalui pajak seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diperkenalkan pada 2018 dengan tarif 5 persen yang kemudian dinaikkan menjadi 15 persen pada 2020. Pendapatan dari pajak digunakan untuk membiayai berbagai program sosial, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Baca Juga : Lokasi Perayaan Ulang Tahun Putra Sulung Raffi Ahmad, Sediakan 200 Jenis Mesin Permainan
Arab Saudi juga berusaha mendiversifikasi ekonominya dengan mengurangi ketergantungan pada pendapatan minyak melalui program Visi 2030. Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, Arab Saudi juga mengambil zakat sebagai bagian dari sistem perpajakan yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dan mendukung kelompok-kelompok yang membutuhkan.
Uni Emirat Arab (UAE) juga dikenal dengan kebijakan pajaknya yang ringan. Negara ini tidak mengenakan pajak penghasilan pribadi, namun mereka memiliki pajak korporasi, pajak pertambahan nilai (PPN), dan berbagai pajak lainnya, termasuk pajak perusahaan yang terkait dengan sektor energi dan korporasi besar.
Sedangkan dalam hal pengenaan zakat, meskipun zakat di UAE bukan menjadi kewajiban langsung yang dipungut oleh negara, namun masyarakat Muslim di UAE diharapkan untuk membayar zakat secara sukarela, dan banyak lembaga amal yang membantu mendistribusikan zakat tersebut.