Penulis: Dadang Saputra - Editor: Redaksi
Rules.co.od, Jakarta :Aspek ekonomi merupakan salah satu aspek fundamental dalam kehidupan bernegara dan masyarakat. Dalam menjalankan ekonomi, negara dan masyarakat sering kali menghadapi berbagai permasalahan, seperti kemiskinan, ketidakmerataan pendapatan, dan kurangnya akses terhadap layanan dasar.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah ini adalah melalui sistem perpajakan dan Pengelolaan Zakat. Kedua instrumen ini tidak hanya berfungsi sebagai sumber pendapatan negara dan ikatan sosial, tetapi juga sebagai alat untuk menciptakan keadilan sosial.
Sebagai instrumen penting dalam kebijakan ekonomi dan sosial di Indonesia, zakat dan pajak memiliki peran yang saling melengkapi dalam menciptakan kesejahteraan dan keadilan sosial.
Kebijakan pemerintah terhadap zakat dan pajak seharusnya juga mencerminkan komitmen untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Zakat adalah kewajiban yang diberikan Islam untuk membersihkan harta dan membantu kaum yang membutuhkan. Pemerintah Indonesia telah mengatur Pengelolaan Zakat melalui beberapa peraturan yang menyatakan bahwa zakat adalah instrumen penting dalam membantu masyarakat yang kurang mampu.
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat secara umum mengatur tentang pengumpulan dan penyaluran Zakat melalui Lembaga amil zakat yang berperan dalam mengumpulkan dan mendistribusikan zakat kepada penerima yang berhak (mustahik), serta bagaimana Pemerintah mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan zakat, melalui kampanye dan program edukasi dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.
Baca Juga : Hindari Lima Makanan Ini Saat Minum Kopi
Sedangkan pajak adalah iuran dari individu atau badan yang dipungut oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara. Pajak memiliki dasar hukum yang kuat dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Adapun kerangka ketentuan perundangan-undangan yang berlaku mengenai pengenaan perpajakan di Indonesia antara lain meliputi: Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan (UU No. 36 Tahun 2008), Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU No. 42 Tahun 2009), serta dalam berbagai Kebijakan perpajakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan.
Meskipun zakat dan pajak sama-sama dimaksudkan untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat, keduanya memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda. Pembayaran zakat dikenakan atas kekayaan pribadi, dikelola secara sosial, dan bernilai religius. Sedangkan pajak dikenakan secara adil atas penghasilan dan konsumsi, dengan tujuan untuk pengembangan negara.
Mengatasi Permasalahan Ekonomi
Zakat berperan dalam pengentasan kemiskinan, pemerataan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Pengelolaan Zakat yang baik dapat membantu mengurangi ketimpangan pendapatan, meningkatkan akses pendidikan dan kesehatan, dan memperkuat solidaritas sosial.
Selama dua tahun terakhir, pengumpulan Zakat, Infak, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya (ZIS-DSKL) di Indonesia mengalami peningkatan signifikan. Hingga kuartal kedua tahun 2024, total pengumpulan ZIS-DSKL mencapai Rp 26,13 triliun, meningkat 68,2 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Baca Juga : Oknum Bidan yang Diduga Penganiaya Nenek Runtah di Lamteng Belum Tersangka, Polisi Sebut Tunggu 2 Alat Bukti
Dana zakat yang terkumpul telah disalurkan kepada 75,54 juta jiwa penerima manfaat di seluruh Indonesia. Penyaluran zakat difokuskan pada delapan asnaf penerima, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, budak, orang yang berhutang, fisabilillah, dan ibnu sabil. Selain itu, dana zakat juga digunakan untuk program-program pemberdayaan ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial lainnya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) juga melaporkan bahwa pada tahun 2023, zakat telah disalurkan kepada 33,9 juta mustahik, dengan 463.154 di antaranya berhasil keluar dari garis kemiskinan dan 194.543 jiwa termasuk dalam kategori miskin ekstrem.