Penulis: Redaksi - Editor: Redaksi
"Terkait polemik ketidakadilan yang diterima oleh korban dan keluarga korban, tentunya kami dari Dpr akan berkomitmen untuk mengawal dan menuntaskan masalah ini," sambungnya.
Dasco mengatakan, Dpr berkomitmen untuk mengawal kasus ini supaya keluarga Dini bisa mendapatkan keadilan.
Dasco lantas menyebut putusan Hakim membebaskan Ronald Tannur tidak masuk akal.
"Lebih kurangnya bahwa poin yang disampaikan berdasarkan visum et repertum serta putusan Hakim itu sangat bertolak belakang, menurut kita yang orang hukum, ini adalah hal yang tidak masuk akal," imbuh Dasco.
Dpr dorong Ronald Tannur dicekal ke luar negeri
Anggota Dpr Fraksi PDI-P yang mengawal keluarga Dini, Rieke Diah Pitaloka mengaku, mendapat informasi bahwa Ronald Tannur akan keluar negeri usai divonis bebas Pengadilan Negeri Surabaya.
Menurut Rieke, akan lebih baik jika Ronald Tannur dicekal keluar negeri sampai putusan kasasi di Mahkamah Agung (MA) selesai.
"Kami berharap dapat dukungan untuk adanya pencekalan terhadap Gregorius Ronald Tannur sampai kasus ini benar-benar terang benderang pada putusan kasasi di Mahkamah Agung," ujar Rieke.
"Karena kami mengkhawatirkan ada informasi, saya tidak tahu benar atau tidak, tapi lebih baik kita antisipasi, yang bersangkutan berencana untuk ke luar negeri," sambungnya.
Baca Juga : Besok, Jokowi Bakal Ngantor di IKN
Dalam kesimpulan audiensi antara keluarga Dini dan Komisi III Dpr, disepakati bahwa DPR akan mendorong Kemenkumham untuk melakukan pencekalan terhadap Ronald Tannur.
Ditemui usai rapat, Wakil Ketua Komisi III Dpr Habiburokhman mengatakan proses hukum yang dilakukan akan menjadi sia-sia jika Ronald Tannur berada di luar negeri.
Dia menegaskan, jika masih dalam proses kasasi, maka Ronald Tannur bisa dicekal.
"Kami sedang juga akan mendorong dilakukannya pencekalan kepada si Ronald ini. Karena memang perkara ini belum inkrah, masih kasasi, seharusnya bisa dilakukan pencekalan, karena memang belum inkrah, masih dalam proses hukum. Akan percuma proses hukum, akan sia-sia proses hukum kalau ketika diputus si terdakwanya sudah tidak ada di Indonesia," jelas Habiburokhman. (Kompas/Mor)