Penulis: Redaksi - Editor: Redaksi
RULES.CO.ID – Maraknya kasus ekstremisme kekerasan di lingkungan sekolah membuat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 9 Bandar Lampung mengambil sikap, dengan menghadirkan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Lampung pada Jum’at (1/11/2024).
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kepala SMKN 9 Bandar Lampung, Suniyar dan diikuti sekitar 200 siswa siswi dan guru pendamping. Dalam kesempatan itu ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya kasus ekstremisme di lingkungan sekolah.
“Semoga dengan adanya adanya kegiatan ini sebagai langkah pencegahan, para siswa bisa memahami bahaya ektremisme. Para siswa juga dapat menanamkan nilai-nilai perdamaian, keberagaman, dan toleransi dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” kata Suniyar.
Sementara itu, Kepala Bidang Pemuda dan Pendidikan FKPT Lampung, Ken Setiawan, yang merupakan narasumber ini menyebutkan definisi dan bahaya ektremisme yang merupakan paham keyakinan atau tindakan melebihi batas kewajaran dengan menggunakan kekerasan atau ancaman. Tindakan ini dapat melanggar hukum dan dapat mengancam keamanan dan kenyamanan masyarakat.
“Pintu gerbang ektremisme adalah intoleran, merasa paling benar, merasa paling bisa, apalagi usia remaja kadang mereka membutuhkan validasi dan pengakuan dari orang lain sehingga lupa batasan batasan kewajaran,” ujar Ken.
Apalagi saat ini, sambung Ken, ancaman sendiri berada dalam genggaman alias berasal dari gadget. Usia remaja mudah terprovokasi dengan informasi dari teman-teman yang melakukan ujaran kebencian, hujatan dan caci maki yang berakhir dengan aksi ektremisme.
“Disamping kasus ektremisme yang mengarah pada kenakalan remaja, usia remaja rentan terhadap kasus ekstremisme berbasis agama, banyak laporan dari masyarakat jika putra putrinya berubah tingkah lakunya karena telah belajar dengan guru agama yang salah,” ucapnya.
Akibatnya anaknya tidak mau bergaul dengan sahabat yang beda agama, bahkan yang seagama saja jika tidak sealiran maka di kafirkan juga dan divonis masuk neraka.
“Jika anak sudah terpapar intoleran berbasis atas nama agama, maka jika tidak segera di tindaklanjuti anak naik level menjadi tindakan dan aksi ektremisme terorisme,” ujar Ken.
Ia menambahkan, salah satu cara efektif mencegah sikap dan tindakan ektremisme adalah dengan mengkampanyekan Pancasila. Terutama sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, bahwa kita ini semua adalah saudara, sama sama keturunan Adam dan Hawa, Tuhan Kita Juga sama, hanya beda menyebut dan cara beribadah.
“Ketika menyikapi perbedaan agama, konsepnya adalah bagimu agamamu, bagiku kau saudaraku,” katanya.
Sehingga jika sudah memahami sila pertama, sambung Ken, maka otomatis kita akan mendapatkan bonus sila kedua yaitu dapat memanusiakan manusia, kemanusiaan yang adil dan beradab. Jika sudah mampu memanusiakan manusia, maka bonus selanjutnya adalah sila ketiga kita bisa bersatu, persatuan Indonesia, apapun sukunya, apapun agamanya mari kita duduk bersama sebagai bukti kebhinnekaan.
“ Jika ada masalah ada sila ke empat yaitu musyawarah mufakat, dan terakhir bonusnya jika sudah melewati sila pertama hingga ke empat adalah sila ke lima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.
Di akhir acara, enam peserta yang bertanya dengan pertanyaan terbaik diberikan buku "TUHAN KITA SAMA" yang di tulis oleh Ken Setiawan dan seluruh peserta mendapatkan e-book secara gratis. (Shi)