Penulis: Dadang Saputra - Editor: Redaksi
Syarat untuk menjadi muazin cukup sederhana, namun penting, yakni harus bisa membaca Al-Quran dengan fasih, memiliki iman yang kuat, serta berakhlak Islami.
Salah satu muazin, Munandi (35), telah menjalankan tugas ini selama tujuh tahun, meneruskan jejak ayahnya.
Bagi Munandi, menjadi bagian dari tradisi ini adalah tanggung jawab besar, sekaligus kebanggaan. Ada rasa senang, tetapi juga beban karena ini adalah amanah yang harus dijaga.
Ikon Sejarah
Masjid Agung Sang Cipta Rasa sendiri memiliki sejarah yang tidak kalah menarik. Dibangun pada 1480 oleh Sunan Gunung Jati, masjid ini didesain dua tokoh besar, Sunan Kalijaga dan Raden Sepat. Konon, pembangunannya hanya memakan waktu semalam, dikerjakan sekira 500 pekerja dari Kerajaan Majapahit, Demak, dan Cirebon.
Tampak depan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (7/3/2025). (ANTARA/Fathnur Rohman).
Arsitektur masjid ini memadukan gaya Jawa dan Hindu Majapahit. Gapura di halaman masjid, atap yang menyerupai rumah joglo, serta mihrab yang dihiasi motif tertentu adalah bukti nyata akulturasi budaya yang terjalin di masa lampau.
Masjid ini memiliki sembilan pintu sebagai akses masuk. Pintu utama, yang hanya dibuka pada hari-hari besar Islam, melambangkan penghormatan dan kerendahan hati.
Sementara delapan pintu lainnya lebih rendah ukurannya, mengingatkan kalau semua manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Tuhan. Pada bagian mihrab, terdapat tiga ubin yang dipasang oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Kalijaga, dan Sunan Bonang. Ubin ini melambangkan iman, islam, dan ihsan, sebagai tiga pilar utama dalam ajaran Islam).
Suasana di dalam Masjid Agung Sang Cipta Rasa Kota Cirebon, Jawa Barat, Jumat (7/3/2025). (ANTARA/Fathnur Rohman).
Mimbar masjid, yang diberi nama Sang Ranggakosa, juga memiliki desain unik dengan motif bunga dan rantai di setiap sisinya. Kini, Masjid Agung Sang Cipta Rasa tidak hanya menjadi pusat ibadah, melainkan sebuah tujuan wisata religi yang menarik minat banyak orang.
Tradisi azan pitu pun telah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh pemerintah. Dengan penetapan status ini, maka menjadi tantangan ke depan bagi pengelola masjid.